Pada bagian pertama tulisan ini, sudah saya sebutkan bahwa secara umum inovasi adalah hasil dari kreativitas dan kerja keras serta konsisten. Kreativitas muncul dari adanya kebebasan berekspresi dan berkarya, suatu hal yang masih jarang juga terjadi di budaya kita. Lantas kegagalan adalah sebuah kata yang sebenarnya banyak orang tidak suka, tetapi lebih banyak yang mengalaminya daripada yang tidak.

Namun hal ini masih menjadi perdebatan juga soal sejauh mana seseorang atau sesuatu dianggap gagal atau menemui kegagalan. Orang yang berfikiran positif, cenderung menganggap kegagalan adalah sukses yang tertunda. Lain lagi para motivator, mereka akan memaknai kegagalan sebagai sebuah titik perhentian dari sebuah proses pencarian yang belum ketemu – alias belum selesai.

Nah, terlepas dari berbagai kontroversi soal arti kata “kegagalan” tersebut sebenarnya kalau kita lihat secara cermat maka kita sepakat bahwa proses inovasi selalu beriringan dengan kegagalan. Masalahnya bukan pada inovasinya itu sendiri, melainkan pada hukum yang mengaturnya (hukum alam-red). Setiap peluang selalu disertai dengan tantangan. Setiap siang diiringi dengan malam.

Setiap keberhasilan diiringi dengan kegagalan bahkan bisa jadi lebih banyak gagalnya. Hal ini diakui oleh berbagai fihak. Contoh paling sederhana adalah olah-ragawan. Atlet yang berprestasi juga adalah atlet yang paing banyak mengalami kegagalan dan melakukan kesalahan. Misalnya pesepakbola, yang memiliki koleksi goal paling banyak – pasti juga memiliki koleksi tendangan meleset paling banyak juga.

Dalam konteks perubahan, yang salah satu kata kuncinya adalah inovasi – bahkan ada yang menyebut dengan lebih lengkap, inovasi atau mati …hiii..itu berarti sebuah keniscayaan. Inovasi harus ada dan terus dilakukan jika tidak ingin mati, seperti dinosaurus yang tidak bisa beradaptasi terhadap perubahan – punah karena seleksi alam.

Dan kembali ke awal tadi, bahwa inovasi juga punya saudara yang bernama kegagalan. Itupun harus kita hadapi, jika kita tetap ingin memperpanjang kontrak hidup (seandainya kita tahu kontrak kita…) Jadi, dalam sebuah perubahan selalu harus ada inovasi dan pastinya juga akan ada kegagalan-kegagalan yang kadang menyakitkan dan membuat lelah. Tetapi sadarlah bahwa kita akan semakin mendekati tujuan kita ketika kita mengalami kegagalan dan bangkit lagi..bukannya malah terpuruk.

Karena itu marilah kita budayakan inovasi dengan memperbanyak dan menghidupkan kreativitas kita, belajar mengapresiasi termasuk diri-sendiri, terlebih orag lain atau generasi penerus kita. Selain itu, bertoleransilah dengan kegagalan, maafkan diri sendiri dan orang lain maka kita akan memperoleh kembali energi yang bahkan jauh lebih besar untuk memulai lagi bangkit dari sebuah keterpurukan atau “kegagalan yang dimanjakan”, yaitu kegagalan yang kita agung-agungkan, kita sesali dan kita tangisi sedemikian rupa. Gagal itu biasa..